Satu Hari di Pertapan Mintaraga


Matahari hangat menyinari bumi. Semilir angin mengalir lembut di hari yang cerah nan sejuk di pertapan Mintaraga. Semua orang di sana menghiasi wajahnya dengan senyum yang damai dan tenteram. Semua orang di sana merasakan kebahagiaan dan ketenangan sejati di hatinya..

Semua orang??
Benarkah??

Ternyata tidak!!

Sang Begawan Ciptaning alias Prabu Harjuna sedang dongkol hatinya. Mukanya cemberut, persis wajah para buruh pabrik di komplek industri Jababeka waktu tanggal tua dan belum terima gaji. 


Hari ini dia sedang mangkel sama tetangga sebelah yang baru aja beli satu set perlengkapan karaoke..

Apakah karena Sang Begawan pengen berkaraoke ria juga, tapi tetangganya ga mau minjemin mikrofon??

Tentu saja bukan!!

Sang Begawan terganggu sama suara kencang dan sember bak kaleng rombeng dilindes truk kontainer, yang terdengar dari rumah tetangganya itu. 


Iya!! 
Suara sember nan ancur tetangga sebelah telah membuatnya tidak bisa konsentrasi dalam bersemedi.

Padahal dia bersemedi untuk tujuan yang sangat penting!! Guna kebahagiaan dan kemakmuran seluruh rakyat kerajaan Amarta yang dipimpin kakaknya, yaitu Prabu Puntadewa alias Prabu Yudistira.


Itulah alasan resmi yang diumumkan kerajaan Amarta melalui jurnal mingguannya yang terbit setiap malam minggu.


Tapi itu hanya alasan sampingan saja. Seluruh rakyat Amarta tahu bahwa sang begawan semedi supaya partai kakaknya, yaitu Partai Pandawa kembali menang pada pemilu tahun 2014 nanti. Dan pada akhirnya, sang kakak kembali terpilih menjadi raja Amarta.


Namun para rakyat yang sudah terlanjur enak dan keenakan dipimpin sama Prabu Puntadewa alias Prabu Yudistira tidak mau ambil pusing. Tidak ada yang demo, apalagi yang menuntut sang prabu untuk dilengserkan!!

Tidak ada!!

Kembali pada Sang Begawan yang lagi mbesengut..


Sang Begawan akhirnya tidak kuat. Kalau saja dia tidak ingat bahwa dia sedang marah, tentu dia sudah nyanyiin lagunya 7 Icons.
"Ndak, ndak, ndak kuat.." begitu kira-kira.


Dia sudah hilang kesabaran, apalagi saat sang tetangga menyanyikan lagu "Alamat Palsu" Mbak Ayu Ting-ting. 

Ini mengingatkannya kepada setiap perawan ting-ting yang pernah dia rayu, tapi lupa nanyai alamat rumahnya, jadi dia pun gagal untuk memacari mereka.

Akhirnya dia keluar dari goa tempatnya bersemedi sambil nenteng gandewa dan panah. Hendak disuntiknya bokong tetangganya itu sampai rata dan sampai ndak bisa nyanyi lagi..

Begitu kepalanya nongol dari mulut goa, dilihatnya Ki Lurah Semar sedang headbanging dan kupingnya disumpeli earphone MP3 player.

"Hmm.. Pasti lagi dengerin lagunya Metalica Kang Semar iki.." gumamnya.

Dilewatinya Ki Semar dan langsung bergegas menuju ke rumah tetangga sebelah.

Dan semakin santer tedengar suara jelek tetangganya itu.
"La la la la... Yang kuterima alamat palsu... Padahal aku minta bokong palsu..." begitulah tetangganya menyanyi.

"WOOOIIIII.... Esuk-esuk wis gawe mumet!! Sini tak suntik sisan bokongmu nganggo panahku!! Tak jamin langsung sampai kuburan tanpa alamat palsu!!" teriak Sang Begawan.


Ki Semar yang merasakan gelagat ndak beres dan langsung sadar akan keadaan, dan langsung mengejar momongannya itu.


"Woooiii... Ndorooo...!! Sabar woiiii..  Eliiing...." teriaknya.
 

Dengan cekatan ditangkapnya ndoronya itu dan diseretnya kembali masuk ke pertapan..

"Oalah ndoro.. Wonten menopo to niki kok sampai emosi gitu?? Ndak baik loh.. Mbok sing sabar.." kata Ki Semar mencoba menenangkan sambil memberikan segelas jus jambu yang sudah dimatrai aji penenang jiwa oleh Petruk.

"Duh kakang Semar.. Opo kakang Semar ndak merasa terganggu sama suara itu??" tanya Sang Begawan.


Ki Semar mencoba mencari suara yang dimaksud momongannya itu. Dan terdengarlah suara nyanyian yang lebih mirip kaleng dipukuli.


"Kemana kemana kemana.. Aku goleki kemana.. Pacarku tercinta neng ngendi..." begitulah kira-kira suara jelek itu menembang.

"Ndoro.. Suaranya memang jelek dan cenderung hancur. Tapi itu kan haknya untuk menembang, ndoro. Meskipun nadanya berantakan dan liriknya ngawur, tapi kita ndak boleh melarangnya. Biar nanti Mbak Ayu Ting-ting sendiri yang menilai.." kata Ki Semar.

"Bukannya begitu, Kakang Semar.. Suarane sing mengenaskan itu sangat menyiksaku dan mengganggu semediku. Aku ndak bisa konsentrasi karena suaranya yang mirip kaleng rombeng itu. Padahal aku harus menyelesaikan semediku sebelum pemilu tahun 2014. Kalau gini terus, biar tetangga itu tak suntik pake panah Pasopati sampai bokongnya rata dan ndak bisa nyanyi lagi..!!"

"Sekali lagi sabar ndoro.. Ndoro ini kan semedi untuk kemenangan Partai Pandawa dalam pemilu 2014 nanti, to?? Biar Prabu Puntadewa terpilih lagi sebagai raja Amarta, to?? Kalau emosi begini, nanti semedi yang ndoro lakukan jadinya sia-sia saja. Bisa-bisa Partai Pandawa nanti kalah pemilu, dan Prabu Puntadewa ndak terpilih lagi sebagai raja Amarta.."

"Lagian nasibku di lakon ini kok ya aneh to, Kakang Semar?? Dalam lakon yang sudah pakem, harusnya aku ini diganggu 7 bidadari yang cantik-cantik, seksi-seksi, dan bohay-bohay.. Tapi kok aku sekarang di ganggu sama suara kaleng rombeng?? Iki dalange ndak tahu pakem apa memang bodo to yo..???"

"Ah, mungkin si dalang ini cuma mau improvisasi aja kok, ndoro.." kata Ki Semar.

Tapi tiba-tiba si Bagong yang dari tadi diam, langsung menyahut, "Dasarnya memang dalangnya ini GUOBLOK, kok ndoro.. Blas ora mutu!! Bahkan dia ini bukan dalang!! Cuma penulis ga jelas aja.."

"Hush!! Menengo kowe, Gong!!" Semar langsung menimpali. 


Kemudian Ki Semar berkata kepada momongannya, "Yang saya tahu, dalangnya ini cuma menumpahkan apa-apa yang ada dari dalam benaknya ke dalam cerita ini, ndoro Janoko.."

"Haalaaaahh...!! Semar ini ngomong gitu kan karena dia itu tokoh favoritnya penulis ga jelas ini. Yang ngaku-ngaku sebagai dalang ini.." sahut Bagong.

Gareng hanya terdiam dan tampak merenungi percakapan ini.

Sementara Petruk hanya mendengar, memperhatikan, dan tentu saja sambil prengas-prenges ga jelas.

Akhirnya Ki Semar mengalah dan berusaha menyudahi menyoal dalang ga jelas itu. Dia ndak mau anaknya, si Bagong, memberikan komentar-komentar lagi. Bukannya apa-apa, suara Bagong ini ndak lebih merdu dari pada nyanyian tetangga yang sedang bikin pusing ndoronya.

"Nggih mpun.. Kalau begitu, biar saya menasihati tetangga kita itu. Ndoro tunggu di sini saja ya.."

Dan Ki Semar pun langsung melesat menuju rumah tetangga sebelah.

"Kulonuwun Om.. Saya Semar dari pertapan sebelah, hendak meminta agar Om bersedia untuk ndak menyanyi dulu sampai habis pemilu 2014. Soalnya ndoro saya merasa terganggu dan ndak bisa konsentrasi dalam semedinya.." kata semar kepada tetangganya.

"Wooo... Ndak bisa!! Ini kan mulut, mulut saya!! Suara, juga suara saya!! Jadi mau nyanyi apa kek, terserah saya to??!!" kata tetangganya sambil melotot dan ngotot sampai pipinya kempot.

"Ya sudah.. Kalau begitu saya juga ma kentut ah.. Pantat ini kan, pantat saya, jadi kalau saya ngentut jangan protes ya.." kata semar datar namun penuh ancaman.

WADUH!!
KENTUTNYA SEMAR?!?!


Jangankan si tetangga, seisi kahyangan pun bakal semaput kalau dientuti Ki Semar.


Sang tetangga pun akhirnya dengan sedih dan berat hati menyetujui permintaan Ki Semar.

Melihat wajah si tetangga yang teramat melas, Ki Semar pun berkata, "Begini saja.. Om boleh tetap nyanyi, tapi hanya di dalam hati saja.. Gimana??"

Dasar si tetangga memang agak koplak, dia menerima tawaran Ki Semar dengan suka cita. Yang penting, tetap boleh nyanyi walaupun cuma dalam hati. Padahal dia harusnya menyadari, ndak ada orang yang karaokoean tapi menyanyinya dalam hati.

Ki Semar kembali ke pertapan dan menyampaikan kabar kepada ndoronya. Momongannya itu terlihat lega.


Lalu bersama Gareng, Petruk, dan Bagong, mereka membuat papan peringatan untuk ditujukan kepada orang-orang yang lewat disekitar situ.

Begawan Ciptaning alias Janaka yang menulis sendiri, diantaranya;

"MOHON AGAR TIDAK BERISIK!! ADA YANG SEDANG BERSEMEDI!!"

"MOHON PELANKAN SUARA ANDA AGAR TIDAK MENGGANGGU ORANG YANG SEDANG BERTAPA!!"

dan,

"HORMATILAH ORANG YANG SEDANG BERSEMEDI!!"

Lalu Ki Semar memasang papan-papan peringatan itu di tempat-tempat yang strategis.

Setelah selesai, Ki Semar dan Begawan Ciptaning kembali masuk ke dalam pertapan.

Gareng mencoba merenungkan setiap kata yang ada dalam papan-papan peringatan itu.

Petruk duduk-duduk di bawah pohon sambil prengas-prenges seperti biasanya.

Sedangkan Bagong??

Diam-diam dia membuat sebuah papan peringatan yang ditulisnya sendiri, yang berbunyi;

"AWAS PERTAPA GALAK!! BELUM JINAK, DAN MASIH MENGANDUNG RABIES!!"

Begitulah akhirnya.
Satu hari berlalu di pertapan Mintaraga..


Begawan Ciptaning Mintaraga

1 komentar:

penyuluh perikanan 5 November 2012 pukul 00.07  

nice post
thank U

Posting Komentar

boleh copy-paste, namun mohon sertakan link langsung ke sumber postingannya. :)



Stats


Google PageRank Checker