Arti Sebuah Nilai



Panjul adalah salah satu murid terbodoh di kelasnya di Sekolah Dasar Negeri 1 Antah Barantah. Pada setiap ujian, nilainya selalu kurang dari angka enam.
Jika saat ini dia sudah duduk di kelas tiga, itu karena keberuntungan dan rasa kasihan dari guru-guru dan wali kelasnya.
Panjul sangat menyadari hal itu.
Setiap kali dia pulang dan membawa nilai ujian diantara angka lima dan angka enam, dia selalu menunjukkan hasil ujiannya kepada ayahnya.
Sang ayah hanya tersenyum dingin dan berkata, "belajar lebih tekun lagi, ya.."
Tidak ada pujian, tidak ada pula amarah.
Ayahnya sepertinya sangat memaklumi keadaan anaknya itu.
Suatu hari, dia mendengar cerita dari kawannya, si Budi, yang selalu juara kelas.
Budi bercerita betapa ayahnya sangat bahagia setiap kali dia pulang membawa nilai di atas sembilan.
Bahkan sering dia membawa pulang nilai sempurna, sepuluh!! Senyum, pujian, hadiah, dan doa selalu didapatkannya. Orangtuanya selalu merasa sangat bangga dan bahagia.
Panjul benar-benar terkesima mendengar cerita si Budi. Terbayang olehnya betapa dinginnya senyum sang ayah ketika dia tunjukkan nilai ujiannya yang cuma di angka lima koma sekian. Tidak ada ekspresi bahagia dan bangga pada wajah ayahnya.
"Aku juga ingin seperti Budi! Aku ingin membuat ayahku bangga!!" demikian teriak Panjul dalam hati.
Tapi bagaimana caranya?
Sudah belajar sedemikian kerasnya, Panjul tetap saja hanya mendapat nilai dibawah angka enam. Mungkin memang nasipnya yang sial.  :P
Akhirnya si Panjul dapat akal juga. Dia memutuskan untuk mendapatkan nilai dengan cara kotor.
Menyontek!!
Dipersiapkannya beberapa catatan kecil di mejanya sebelum ujian.
Dan hasilnya?
Panjul yang terkenal bodoh, pada ujian kali ini mendapat nilai sempurna.  Sepuluh!!
Bahkan si Budi hanya mendapat nilai sembilan.
Kawan-kawan dan gurunya pun merasa heran dan takjub.  Ternyata si Panjul bisa jadi pintar juga ya?
:D
Panjul pulang dengan hati berbunga-bunga. Sudah tak sabar rasanya dia ingin melihat reaksi ayahnya.
Tersenyum bangga dan bahagia? Memuji? Memberinya hadiah??
Setidaknya hal itulah yang dialami oleh kawannya, si Budi.
Sesampainya di rumah, langsung diberikannya hasil ujian itu kepada ayahnya yang sedang duduk-duduk di beranda.
Seperti yang diduga sebelumnya, sang ayah kaget melihat hasil ujian anaknya itu.
Tapi yang lebih kaget lagi adalah si Panjul.
Ternyata reaksi sang ayah tidak seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Ayahnya kelihatan sangat marah. Matanya melotot dan menyala merah. Badannya gemetar. Giginya gemeratak.
Langsung disobek-sobeknya kertas hasil ujian itu, dan sang ayah langsung asuk ke dalam rumah tanpa berbicara sepatah kata pun pada si Panjul.
Panjul yang dari tadi gemetar ketakutan, sekarang hanya terbengong tidak mengerti.
Mengapa ayahnya malah marah?  Mengapa ayahnya tidak merasa senang dan bangga?
Pada ujian berikutnya, Panjul tidak bersemangat lagi untuk mencontek. Dia mengerjakan soal-soal ujiannya dengan apa adanya.
Dan hasilnya?
Dia kembali mendapat nilai lima koma sekian.
Kawan-kawan dan gurunya pun kembali heran. Kok Panjul jadi pintar cuma sehari doank, ya?     :P
Sesampainya di rumah, dengan perasaan agak takut, diserahkannya hasil ujian hari itu kepada ayahnya. Dia sudah siap kalau sang ayah hari ini marah lagi.
Tapi ternyata di luar dugaan, hari ini sang ayah tidak marah seperti hari kemarin. Ayahnya malah tersenyum. Bukan senyum dingin seperti yang dulu-dulu, tetapi sebuah senyum penuh rasa bangga.
"Panjul, ayah lebih merasa bangga dan senang dengan hasil ujianmu yang sekarang, karena ayah tahu bahwa ini adalah murni hasil kerja kerasmu. Ayah tahu bahwa nilai sepuluh yang kau bawa pulang kemarin adalah hasil nyontek.." kata ayahnya dengan tenang.
Panjul hanya terdiam. Ada perasaan menyesal dalam hatinya karena waktu itu telah menyontek.
"Nilai yang ayah harapkan darimu bukanlah angka-angka ini, Panjul.. Yang ayah harapkan dari mu adalah kejujuran, kerja keras, dan tanggung jawab.. Itulah nilai-nilai yang sebenarnya yang harus kamu dapat dan kamu pelajari.." lanjut ayahnya.
Panjul masih tidak mengerti yang dimaksud ayahnya.
"Ayah dulu juga bukan murid yang pintar.. Ayah juga tidak pernah mendapatkan nilai-nilai yang sempurna.. Semuanya hanya pas-pasan.. Tapi ayah selalu memegang teguh kejujuran.. Selalu berusaha untuk bekerja keras dan bertanggung jawab atas apa-apa yang telah ayah lakukan.." kata ayahnya.
Mereka terdiam sejenak.
Kemudian ayah Panjul melanjutkan, "Dan kau tahu apa hasilnya, nak??"
Panjul masih terdiam. 
"Lihatlah hidup kita sekarang.. Kita memang tidak sekaya para konglomerat.. Tidak semakmur para pejabat.. Tapi kita juga tidak pernah kekurangan, bukan?? Bahkan kita masih bisa berbagi dengan orang-orang yang kekurangan.. Kita dapat menjalani hidup ini dengan tenang dan bahagia.. Tidak dikejar-kejar penyidik KPK atau pun polisi.. Tidak kebingungan dan was-was mencari tempat menyembunyikan uang haram seperti para koruptor di TV.. Dan tidak dihantui rasa berdosa karena telah berbuat curang dan mencuri uang rakyat.."
Panjul mulai sedikit mengerti apa yang dimaksud ayahnya.
"Apakah menurut ayah angka-angka pada daftar nilai saya ini tidak ada artinya??" tanyanya.
"Angka-angka pada daftar nilaimu tentu juga sangat berarti untuk ayah, jika memang itu adalah hasil kerja kerasmu. Jika memang itu dilandasi dengan kejujuran, bukan kecurangan.. Karenanya, seperti yang ayah bilang tadi, ayah lebih bangga melihat nilaimu yang lima koma sekian ini, karena ini merupakan hasil kerja kerasmu.. Tidak seperti angka sepuluh pada waktu itu yang hanya merupakan hasil kecuranganmu..
Ingatlah kata-kata ayah tadi.. Yang ayah harapkan darimu adalah kejujuran, kerja keras, dan tanggung jawabmu.. Bukan sekedar angka-angka di daftar nilaimu..
kamu mengeri sekarang, Panjul???"
"Saya mengerti, ayah.. " jawab Panjul dengan perasaan lega dan bahagia.
Dan begitulah akhirnya.
Panjul tidak lagi terlalu memikirkan angka nilai pada tiap ujiannya. Tapi dia semakin rajin belajar dan selalu mengerjakan soal dengan jujur.
Hingga bertahun-tahun kemudian dia pun lulus dari dunia pendidikan dengan nilai yang cukup memuaskan. Meskipun tidak sangat memuaskan.
Semua didapatnya denga cara yang jujur dan penuh kerja keras dan tanggung jawab, yang pada akhirnya kebiasaan itu diaplikasikannya di dunia kerja. Jujur dan tidak korupsi, kerja keras dan bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas kerja.
Dan seperti ayahnya, saat dewasa Panjul menjalani hidupnya dengan tenag dan bahagia. Tidak sekaya para koruptor, tidak semakmur para konglomerat, tapi tak pernah merasa kekurangan. Bahkan masih bisa berbagi dengan mereka yang membutuhkan.


***


Note :

Gambar ilustrasi saya dapatkan dari kolom pecarian milik mbah Google..




6 komentar:

Anonim 27 Desember 2011 pukul 19.13  

maturnuwun budi dah dipake, mang nama terkenal spanjang masa hehe hidup KEJUJURAN..

sobat budiasa 30 Desember 2011 pukul 15.44  

Hello, terima kasih banyak infonya, link cindelaras di rare angon telah disesuaikan dengan yang cindelaras.web.id , wah sudah berbayar nich ... sukses yaa... saya masih yang gratisan ...

salam juga
| | | Help You See Beyond Reality | | |

Fikri Fauzan Hasan 5 Januari 2012 pukul 23.01  

Waaaah....
Cerita yg bagus, sobat. Pdhl saya udah niat bikin tulisan yg temanya ini, tp ternyata keduluan...
:p

cindelaras 6 Januari 2012 pukul 10.04  

@ mas budi : matur nuwun sudah bersedia mampir mas... :D

@rare angon : terimakasih kawan... :D

@ fikri : ga ada istilah "keduluan" buat berkreasi, kawan... :D
tulis aja pa yang kamu mau tulis... tema boleh sama, tapi tentu kamu harus punya alur cerita sendiri... :D

Unknown 13 Januari 2012 pukul 17.02  

apik..apik....saya juga berusaha untuk menerapkannya...

Yoga 17 November 2012 pukul 03.44  

Bermanfaat sekali artikelnya sob, lanjutkan..

Posting Komentar

boleh copy-paste, namun mohon sertakan link langsung ke sumber postingannya. :)



Stats


Google PageRank Checker